Setiap tanggal 17 Mei, insan pustaka di Indonesia memperingati Hari Buku Nasional yang juga merupakan milad Perpustakaan Nasional RI. Perayaan tersebut pun disambut oleh daerah-daerah di Indonesia, termasuk di Kabupaten Enrekang melalui Perpustakaan Umum Kabupaten Enrekang.
Berbeda dari tahun sebelumnya, kali ini perayaan dilakukan dengan diskusi via daring. Selain itu, kondisi pandemi yang terjadi saat ini juga mendorong perpustakaan merespon hal itu dengan mengangkat tema diskusi “Literasi, Birokrasi dan Normal Baru”. Pada diskusi ini, gadir sebagai pembicara di antaranya Muh Quraisy Mathar (Ketua IPI Sulsel), Muh. Aris Yasin (Birokrat Bappeda Enrekang), Muh Naim (Birokrat di Kecamatan Masalle) dan Raslina (Pustakawan), dan dimoderatori oleh Irsan (Pustakawan).
Pada sesi diskusi, Kepala Dispustaka juga turut memberi sambutan dan pengantar dalam acara tersebut. Lalu sesi pemaparan materi, dimulai oleh Raslina dengan materi tentang menjadi birokrat religius, sebagai hal yang relevan dalam visi EMAS yang berkelanjutan dan religius. Di samping itu ia mengajak para birokrat di Enrekang mengembangkan diri agar lebih kreatif pasca pandemi.
Sementara itu, Muh Naim mengantar materinya dengan menceritakan pengalaman dalam melaksanakan program inovasi seperti Galonta Membaca saat ia masih berada di kelurahan, termasuk birokrat membaca yang pernah diusungnya pada saat masih di Dispustaka Enrekang. Ia pun mengajak para pustakawan di Enrekang agar menyiasati kondisi pandemi ini dengan memanfaatkan media sosial seperti Youtube, Podcast untuk memberi informasi dan pengetahuan kepada masyarakat. Menurutnya, di era social distancing ini, salah satu hal yang perlu dikuatkan adalah sering membaca dan berliterasi
Dari perspektif yang berbeda, Muh Aris Yasin menggambarkan kondisi birokrat dari penilaian publik. Masih terdapat penilaian yang menganggap kinerja birokrasi belum efektif dan efisien. Menurutnya, salah satu cara yang dapat dilakukan ialah dengan mendorong reformasi birokrasi dengan harapan menghadirkan layanan efektif, efisien, bersih dan berkualitas.
Lebih lanjut, ia juga menerangkan bahwa salah satu kelemahan dalam sosialisasi pencegahan covid ini karena faktor kurangnya literasi. Di era normal baru ini, bagi Aris Yasin literasi harus menyesuaikan kondisi dan sesuai yang dibutuhkan seperti literasi yang praktis, di antaranya literasi pada sektor pangan dan kesehatan.
Pada pembicara keempat, Muh Quraisy Mathar memulai materinya dengan menyebut Corona ini menyelesaikan banyak persoalan yang selama ini agak sulit diselesaikan. Menurutnya, dulu literasi sulit dijelaskan di kelas kuliah, kini tiba-tiba orang berliterasi digital har ini. Orang yang dulu sulit atau gagap teknologi, tiba-tiba menjadi Youtuber, dan menggunakan media sosial.
Ia menerangkan bahwa di era berikutnya akan bergeser dari sentuh pustaka menuju sentuh layar (screen touch). Apalagi media cetak seperti buku yang bisa jadi penghubung virus, maka tak ayal akan menggeser psikologi masyarakat dalam memilih media membaca. Ia pun mengajak para birokrat (pustakawan) agar adaptif merepon kondisi saat ini dengan lebih banyak menggunakan media digital.